Kamis, 29 Desember 2011
PEMBUATAN SABUN COLEK
I. PENDAHULUAN
Cream Detergent atau yang dikenal sebagai sabun colek merupakan bahan yang tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan sabun colek tetap banyak diminati konsumen, meskipun banyak beredar jenis sabun yang lain, misalnya detergen bubuk. Kenyataan ini disebabkan karena sabun colek harganya relatif murah, mudah pemakaiannya, cocok untuk berbagai keperluan mulai dari mencuci pakaian, peralatan dapur, maupun untuk mencuci sepeda motor dan mobil. Dengan berkembangnya jumlah penduduk dan peningkatan penggunaan berbagai macam produk yang menyangkut kebutuhan manusia sehari-hari, maka kebutuhan sabun colek sebagai bahan pembersih dari hari ke hari akan terus meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk.Berbeda dengan sabun biasa, detergen mempunyai sifat tidak membentuk endapan (scum) bila digunakan pada air sadah, sehingga efektif digunakan sebagai agen pembersih (Cleansing Agent). Karakteristik detergen ini disebabkan oleh adanya gugus sulfonat yang ada pada struktur detergen. Gugus sulfonat ini membentuk garam kalsium dan magnesium yang larut dalam air. Oleh karena itu detergen tidak membentuk scum dan keefektifannya sebagai agen pembersih hanya sedikit berkurang bila digunakan pada air dengan kadar Ca dan Mg yang tinggi. Selain itu, detergen mempunyai bentuk lembek/ pasta basah dan tidak kering, sehingga mudah untuk digunakan, yaitu mudah ditakar dan mudah untuk digunakan membersihkan bagian-bagian yang sulit pada pakain maupun bahan-bahan lainnya. Kelebihan-kelebihan praktis detergen ini memberikan peluang untuk dikembangkan dalam kegiatan bisnis yang cukup menarik. Pengembangan dapat dimulai dari usaha kecil, skala rumah tangga, skala menengah maupun skala industri. Selain itu juga dapat dibuat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu pembuatan detergen juga dapat dimasukkan sebagai salah satu materi kecakapan hidup (Life Skill) pada pembelajaran pokok bahasan Kimia Terapan, Kimia Unsur, atau Kimia Organik di SMA/MA.
II. LANDASAN TEORI
A. Sabun dan Detergen
Sabun adalah garam natrium atau kalium dari asam lemak rantai panjang, misalnya asam stearat. Sabun dibuat melalui reaksi saponifikasi, yaitu hidrolisis basa dari lemak dan minyak (gliserida). Reaksi umum saponifikasi adalah sebagai berikut:
O
H3C – O – C – R H3C – OH
O O
HC – O – C – R + 3NaOH HC – OH + 3R – C
O O– Na+
H3C – O – C – R H3C – OH
Suatu gliserida Gliserol Sabun Natrium
Dimana rantai hidrokarbon, R biasanya mengandung 14 – 16 atom karbon. Beberapa contoh sabun adalah sebagai berikut:
Sumber Sabun Rumus Molekul
Lemak Binatang Natrium stearat CH3(CH2)16COONa
Minyak Palm Natrium Palmitat CH3(CH2)14COONa
Minyak Olive Natriu oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COONa
Dalam pembuatan sabun natrium, uap air dilewatkan beberapa jam melalui campuran lemak cair, minyak dan larutan NaOH. Selama saponifikasi, beberapa sabun terapung pada bagian atas campuran. Reaksi sabun larut (terionisasi) dalam air adalah sebagai berikut:
R – COONa (s) + H2O RCOO– (aq) + Na+ (aq)
Sabun kalium, yang biasa digunakan sebagai sabun mandi, dibuat dengan cara yang sama seperti sabun natrium dengan mengganti NaOH dengan KOH. Bila dibandingkan dengan sabun natrium, sabun kalium lebih lembut. Kebanyakan produk komersial merupakan campuran berbagai sabun dengan disinfektan, parfum dan pewarna.
Daya bersih dari sabun adalah akibat adanya gugus hidrofob (tidak suka air) rantai hidrokarbon yang terikat pada partikel kotoran atau lemak dan gugus hidrofil (cinta air) dari bagian yang membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul air. Dengan memperhatikan strukturnya, maka cara kerja pembersihan sabun dapat dijelaskan.
– COO– Na+
Rantai hidrokarbon (hidrofob/nonpolar) Bagian ionik (hidrofil/polar)
akan bercampur dengan lemak akan bercampur dengan air
Dari struktur tersebut nampak bahwa rantai karbon yang panjang mudah melarutkan molekul nonpolar, seperti minyak atau lemak, sedangkan gugus ionik COO– memungkinkan sabun larut dalam air. Akibatnya partikel-partikel kotoran akan terdispersi dalam air dan dipindahkan dari obyek yang dibersihkan. Sabun bersifat biodegradable (dapat diuraikan oleh mikroorganisme). Kelebihan sabun adalah sabun akan masuk ke saluran-saluran air dan diubah dengan cepat membentuk garam kalsium dan magnesium yang tidak larut, sehingga tidak menurunkan tegangan permukaan air dan tidak menimbulkan pembentukkan busa. Demikian juga bila sabun digunakan pada air yang kesadahannya tinggi (kadar Ca2+ dan Mg2+ cukup tinggi) akan menghasilkan endapan sehingga daya pembersih sabun berkurang dan aikbatnya kurang efektif fungsinya. Reaksi pembentukan endapan adalah sebagai berikut:
RCOO– (aq) + Ca2+ (aq) (RCOO–)2 Ca2+ (s)
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibuatlah sabun sintetis yang strukturnya mirip sabun dan biasa disebut detergen. Detergen adalah garam natrium dari alkil benzen sulfonat (ABS) yang rumus molekulnya adalah RArSO3– Na+, dengan struktur sebagai berikut:
– SO3– Na+
Rantai hidrokarbon (hidrofob/nonpolar) Bagian ionik (hidrofil/polar)
akan bercampur dengan lemak akan bercampur dengan air
detergen dibuat dari alkilbenzen yang dihasilkan dalam industri petroleum. Cara kerja pembersihan detergen hampir mirip dengan sabun, bagian hidrofob akan berinteraksi dengan partikel kotoran dan lemak, sedangkan bagian hidrofil (SO3–) akan berinteraksi dengan molekul air. Mekanisme pembersihan (pemindahan kotoran dan lemak) oleh detergen tertera pada gambar 2. Berbeda dengan sabun, detergen tidak membentuk scum dengan air sadah, karena garam kalsium dan magnesium yang terbentuk larut dalam air, sesuai dengan reaksi berikut:
– SO3–(aq) + Ca2+(aq) – SO3– 2 Ca2+(aq)
Detergen pada awalnya tersusun atas gugus alkil bercabang, yang sifatnya sangat sedikit (sukar) diuraikan oleh mikroorganisme, sehingga menimbulkan busa yang banyak pada sistem perairan. Sekarang bahan detergen yang digunakan adalah senyawa-senyawa alkil rantai lurus yang sifatnya biodegradable, sehingga mengurangi masalah busa pada perairan. Detergen yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, selain bahan aktif seperti DDBS (RArSO3Na), juga ditambahkan senyawa-senyawa lain yang jumlahnya mencapai 90% dari berat detergen padat. Diantara senyawa aditif tersebut adalah sodium tri polipphospat (STTP), yang biasanya membatasi detergen karena dampaknya terhadap lingkungan.
B. Komponen-komponen Penyusun Detergen
Komponen-komponen utama penyusun detergen meliputi dedocyl benzene sulphonate, NaOH (soda kaustik), sodium tripoliphosphate (STTP), silikat, kaolin, pati/ sagu, garam, parfum dan air. Bahan-bahan ini merupakan bahan standar pada pembuatan sabun colek, namun demikian terdapat bahan-bahan lain yang bisa digunakan sebagai pengganti bahan tersebut.
1. Dedocyl benzene sulphonate (DDBS/RArSO3Na)
Dedocyl benzene sulphonate (DDBS) merupakan bahan aktif pembuatan detergen, dengan rumus RArSO3Na. Dalam perdangan biasa disebut alkil benzen sulfonat (ABS). Karena fungsinya sebagai bahan aktif, maka ABS mutlak ada pada pembuatan sabun colek (detergen). Tanpa bahan ini, maka produk akhir tidak dapat disebut sebagai detergen.
Bahan ini merupakan cairan kental yang berwarna coklat kehitaman, berfungsi sebagai agen pembersih dan penghasil busa. Karena bahan kimia ini berbau, maka sebaiknya jangan dibuka dulu sebelum digunakan. Di toko-toko bahan kimia, ABS mudah didapatkan, biasanya dikemas per kilogram dalam plastik/ kaleng. Limbah sabun dengan bahan aktif ABS biasanya sukar diuraikan oleh bakteri, sebagai penggantinya sekarang digunakan bahan yang lebih ramah lingkungan, yaitu linear alkil benzene sulphonate (LABS), tapi harganya lebih mahal.
2. Soda api (Caustik Soda/NaOH)
Soda api (NaOH) berfungsi untuk menetralkan sifat asam dari ABS. Bahan ini berwujud padatan putih transparan, berbentuk lempeng, mudah didapatkan di toko kimia. Pada pembuatan detergen, bahan ini terlebih dahulu dilarutkan dalam air dengan konsentrasi sekitar 40% (40 gram NaOH dalam 60 gram air). Karena pelarutan NaOH dalam air bersifat eksoterm (menghasilkan panas). Untuk menghindari percikan api, maka ketika proses pelarutan dilakukan dengan cara menuangkan air terlebih dulu ke dalam gelas kimia dan selanjutnya NaOH dimasukkan sedikit demi sedikit sambil diaduk. Perlu hati-hati ketika membuat larutan ini, hindari terkena anggota badan, khususnya tangan, mata, karena bersifat korosif dan menimbulkan iritasi dan gatal-gatal. Larutan yang telah dibuat sebaiknya disimpan dalam wadah plastik atau gelas. Jangan disimpan dalam wadah yang terbuat dari logam, karena akan terjadi reaksi antara logam dan NaOH. Untuk menghindari kerusakan larutan akibat reaksi-reaksi pembentukkan endapan, sebaiknya tidak disimpan lebih dari satu minggu.
3. Soda abu (Ash Soda/Na2CO3)
Soda abu (natrium karbonat/Na2CO3) merupakan serbuk berwarna putih, mudah larut dalam air, berfungsi mengingkatkan daya bersih detergen. Bahan ini sebenarnya kurang cocok sebaga zat aditif pada pembuatan detergen, karena sifatnya terlalu basa dan menimbulkan rasa panas di tangan ketika digunakan untuk mencuci. Untuk itu penggunaannya tidak boleh terlalu banyak, maksimal 7% dari berat total detergen. Bahan lain yang bisa digunakan sebagai bahan pengganti adalah sodium nitrilo asetat (NTA) dengan rumus molekul N(CH3COONa)3. NTA membentuk kompleks yang larut dengan kadmium dan merkuri, dan pada peruraian aerob menghasilkan produk nitrosamin yang bersifat karsinogen, sehingga tidak direkomendasikan untuk digunakan.
4. Sodium tripoliphosphate (STTP/Na5P3O10)
Sodium tripoliphosphate (STTP/Na5P3O10) merupakan garam natrium dari poliphospat, yaitu ion triphospat (P3O105–). STTP berbentuk seperti serbuk (powder) berwarna putih. STTP biasanya dijual dalam ukuran per kilogram dalam kemasan plastik. Bahan ini mempunyai kelarutan yang besar pada rentangan kondisi yang luas. Fungsi utama STTP pada detergen adalah untuk mengikat ion Ca2+ dan Mg2+ sebagai kompleks polyphosphat yang larut dalam air. Aksi ini untuk mencegah pembentukan karbonat yang tidak larut dengan bertambahnya temperatur atau pH air. Hal ini sangat penting, karena detergen organik bekerja lebih efisien pada kondisi alkalis (basa).
Polyphosphat juga bertindak sebagai buffer (larutan penyangga) dengan membantu menstabilkan pH dengan bertambahnya komponen asam yang dijumpai selama proses pencucian. Sejumlah bahan pengganti polyphosphat telah disarankan, tetapi semuanya terbukti mempunyai kekurangan misalnya natrium karbonat dan NTA seperti yang telah diuraikan di atas. Masalah utama yang muncul akibat penggunaan STTP adalah adanya polyphosphat yang larut dalam air. Dalam pengolahan air limbah, ternyata hanya 20 – 30% phosphat terlarut yang dapat dipindahkan selama perlakuan (treatment) sekunder air buangan, tetapi hampir 90% dapat dipindahkan selama treatmen tersier ketika penambahan kapur bersama-sama senyawa besi dan alumunium, sehingga masing-masing membentuk endapan logam phosphat. Sisa-sisa senyawa phosphat yang terlarut dalam air mendorong pertumbuhan alga photosintetic, utamanya di dalam danau. Penambahan phosphat yang larut menyebabkan sejumlah massa yang besar dari alga untuk berkembang, sehingga memotong transmisi cahaya dalam air. Karena laju penggandaan (multiplikasi) alga sangat cepat, sehingga digunakan istilah algae bloom. Pada keadaan ini terjadi perubahan yang cepat penampilan air menjadi suatu awan, berupa sup kehijauan.
5. Carboxy methyl cellulose (CMC)
Carboxy methyl cellulose (CMC) berfungsi sebagai bahan pengisi (filler) dan agen pengental detergen. Bahan ini sebenarnya adalah bahan pengisi dan pengental detergen pengganti tepung sagu dan tapioka. CMC berbentuk seperti serbuk (powder), berwarna putih, jika terkena air menjadi lendir seperti agar-agar dan dijual dalam ukuran kilogram. Bahan lain yang digunakan sebagai bahan pengganti adalah kaolin. Kaolin harganya cukup murah, namun demikian penggunaannya dibatasi, karena jika terlalu banyak detergen yang dihasilkan akan cepat kering, sehingga menurunkan kualitas detergen yang dihasilkan.
6. Waterglass (Silikat)
Silikat atau yang lebih dikenal dengan nama waterglass merupakan cairan kental dan transparan. Bahan ini berfungsi sebagai pengikat material dan memberikan kesan mengkilap pada detergen. Silikat dijual di toko-toko kimia dalam ukuran per kilogram dalam kemasan plastik.
7. Garam dapur (NaCl)
Garam dapur (NaCl) merupakan salah satu zat aditif pada pembuatan sabun detergen. Idealnya garam yang digunakan adalah garam industri, namun karena pembeliannya harus dalam jumlah besar, maka bisa diganti dengan garam dapur yang beredar di pasaran. Garam dapur berfungsi sebagai agen pengental, maka jika sabun detergen yang terbentuk terlalu encer atau kelebihan air, maka untuk mengentalkannya ditambahkan garam dapur. Penambahan garam dapur juga tidak boleh terlalu banyak, karena akan menyebabkan kualitas sabun menjadi jelek karena sabun detergen yang dihasilkan terlalu kering, keras dan teksturnya agak kasar. Garam dapur ini sifatnya tidak mutlak digunakan dan bisa diganti dengan CMC atau bahan lainnya.
8. Air
Air merupakan bahan utama pada pembuatan detergen selain bahan aktif yang diperlukan. Air berfungsi sebagai medium berlangsungnya pencampuran dan reaksi-reaksi yang terjadi dalam pembuatan detergen. Tanpa air detergen tidak akan sempurna. Selain itu air juga berfungsi mengendalikan tingkat kekentalan detergen. Disarankan untuk menggunakan air yang telah mengalami proses demineralisasi untuk menghasilkan kualitas detergen yang baik. Namun demikian air bersih yang biasa dikonsumsi juga bisa digunakan.
9. Pewarna dan parfum
Pewarna dan parfum merupakan zat aditif detergen yang berfungsi meningkatkan daya tarik detergen. Sabun detergen asli berwarna coklat muda dan berbau seperti tanah, sehingga kurang menarik jika dipasarkan (dijual), meskipun daya bersihnya tinggi. Untuk itu ditambahkan zat pewarna dan parfum. Parfum yang digunakan pada umumnya adalah aroma jeruk atau apel, karena dapat menghilangkan bau amis dan bau tak sedap lainnya pada peralatan dapur maupun pakaian, sehingga banyak diminati konsumen. Sedangkan warna yang sering digunakan adalah warna biru, kuning atau merah muda. Kedua zat aditif ini mudah didapatkan di toko-toko bahan kimia.
C. Penyusunan Formula
Dalam penyusunan formula sabun detergen harus memperhatikan fungsi masing-masing komponen serta efisiensi dan dampaknya terhadap lingkungan. Formula yang ideal tentunya akan menghasilkan detergen dengan daya bersih tinggi, efisien, murah, tidak terlalu panas di tangan, dan ramah lingkungan. Untuk mencapai kualitas ideal tentunya harus melalui serangkaian penelitian sehingga komponen-komponen yang ada pada kondisi optimal. Secara praktis penyusunan formula bagi setiap individu akan bervariasi, dengan tetap memperhatikan komponen-komponen utama yang harus dipenuhi. Oleh karena itu formula yang dihasilkan akan sedikit beragam dengan kelebihan dan kekurangannya serta biaya yang digunakan. Pada dasarnya meskipun penyusunan formula bisa bervariasi, namun ada dua hal utama yang harus tetap diperhatikan, yaitu harga dan kualitas. Formula yang digunakan hendaknya menghasilkan produk yang tidak begitu mahal, namun masih dalam rentang kualitas standar sabun detergen.
Dalam pembuatan sabun detergen secara teknis perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kadar air sebaiknya tidak lebih dari 33%. Bila terlalu banyak akan menghasilkan sabun detergen yang terlalu lembek (encer) sehingga tidak berbentuk pasta.
2. Bahan aktif ABS yang digunakan minimal 9%. Bila terlalu sedikit akan diperoleh sabun detergen yang busanya sedikit dan penampakannya kurang halus (kasar).
3. Garam dapur yang digunakan maksimal 7%. Bila terlalu besar akan diperoleh sabun detergen dengan kualitas rendah (terlalu kering) dan penampakannya kasar.
Dengan memperhatikan komponen-komponen penyusun detergen dan fungsinya masing-masing, maka dapat disusun formula sabun detergen sesuai kebutuhan. Dalam formula yang ditentukan, ada beberapa bahan yang digunakan dalam perusahaan tertentu, namun dalam formula perusahaan yang lain bahan tersebut tidak digunakan. Hal ini tidak masalah selama ada komponen lain yang fungsinya sama. Misalnya ada yang menggunakan CMC, ada yang menggunakan tepung sagu atau tapioka, ada yang tidak menggunakan STTP dan sebagainya. Berikut ini diberikan beberapa contoh formula pembuatan sabun detergen.
Formula A
No Bahan Jumlah (%)
1. DDBS (ABS) 10
2. Soda Api 1,2
3. Soda Abu 6
4. Tepung sagu / tepung tapioka 15
5. Kaolin 19
6. Garam dapur 7
7. Silikat 10
8. Air 31,5
9. Pewarna 0,001
10. Parfum 0,3
Formula B
No Bahan Jumlah (%)
1. DDBS (ABS) 11
2. Soda Api 1,2
3. Soda Abu 7
4. Tepung sagu / tepung tapioka 15
5. Kaolin 17
6. Garam dapur 7
7. Silikat 10
8. Air 31,5
9. Pewarna 0,001
10. Parfum 0,3
Pada formula lain, yang sudah dikemas dalam satu paket + resep pembuatan dijual di toko-toko bahan kimia, komponen utamanya adalah ABS, Soda Api, Soda Abu, STTP dan CMC dengan menggunakan air sebagai medium sebanyak 4 gelas.
III. METODE PEMBUATAN
Sabun detergen dapat dibuat oleh siapa saja, dari skala rumah tangga, menengah, hingga skala industri. Skala rumah tangga dapat dibuat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dengan produksi 1 kg atau dilakukan untuk industri rumah tangga dengan produksi 20 kg/hari. Sedangkan untuk industri menengah kapasitas produksi minimal 1 ton/hari. Berikut ini akan diberikan contoh pembuatan sabun detergen dengan hasil 1 kg menggunakan formula A.
a. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah:
1. Timbangan surat/ timbangan roti yang dapat menimbang hingga 2 kg (dapat dibeli di toko kelontong)
2. Gelas takaran ukuran 500 mL 2 buah (dapat dibeli di apotek atau toko kimia)
3. Ember plastik ukuran 10 liter
4. Baskom plastik atau email yang cukup untuk 10 liter air
5. Centong (sendok panjang) terbuat dari kayu untuk mengaduk adonan sabun detergen (harus bersih dan tidak boleh kotor)
b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah:
Formula A
No Bahan Jumlah (%)
1. DDBS (ABS) 10
2. Soda Api 1,2
3. Soda Abu 6
4. Tepung sagu / tepung tapioka 15
5. Kaolin 19
6. Garam dapur 7
7. Silikat 10
8. Air 31,5
9. Pewarna 0,001
10. Parfum 0,3
c. Cara Pembuatan
1. Timbang bahan baku sesuai jumlah yang dibutuhkan dan masukkan dalam wadah yang disediakan.
2. Masukkan 2/3 bagian air ke dalam wadah baskom/ ember plastik yang tersedia.
3. Masukkan garam dapur, aduk hingga larut semua.
4. Masukkan soda api, aduk hingga larut semua.
5. Masukkan soda abu, aduk hingga larut semua.
6. Larutkan kaolin pada tempat terpisah dengan menggunakan sisa air yang ada.
7. Masukkan kaolin tersuspensi tersebut ke dalam baskom/ ember plastik yang telah berisi campuran garam, soda api, dan soda abu.
8. Campurkan DDBS (ABS) dan tepung sagu/ tepung tapioka di tempat terpisah, aduk hingga homogen, kemudian masukkan ke dalam baskom/ ember (7).
9. Masukkan silikat sedikit demi sedikit, kemudian aduk hingga homogen (pada saat ini pengadukkan terasa berat karena detergen mulai terbentuk).
10. Biarkan adonan beberapa saat hingga dingin.
11. Bila sudah dingin, masukkan zat warna yang telah ditambahkan sedikit air, aduk hingga warna merata (homogen).
12. Masukan cairan parfum sedikit demi sedikit, aduk hingga merata.
13. Lakukan kontrol kualitas dan selanjutnya lakukan pengemasan dalam wadah yang tersedia.
Selanjutnya akan diberikan contoh formula / resep lain pembuatan sabun detergen yang telah tersedia di toko-toko bahan kimia.
Resep
1. Soda api 45 gr
Ditambah air dingin 150 cc
2. STTP 45 gr
Ditambah air dingin 150 cc
3. Soda abu 105 gr
Ditambah air dingin 300 cc
Ditambah CMC 30 gr
4. ABS 300 gr
5. Parfum (oleum) 3 cc
6. Pewarna 1 cc
Cara Pembuatan
a. No. 1 diaduk dalam sebuah tempat (ember ukuran 5 liter), hingga betul-betul larut. Soda api mudah larut.
b. No. 2 diaduk dalam sebuah tempat (baskom), sampai betul-betul larut. STTP agak sulit larut.
c. No. 3 diaduk dalam sebuah tempat (baskom) sampai betu-betul larut, setelah itu ditambakhan CMC lalu diaduk lagi hingga betul-betul homogen (pada tahap ini larutan mirip bubur).
d. Masukkan adukan no. 2 ke dalam adukan no. 1, aduk hingga homogen.
e. Masukkan adukan no. 3 ke dalam adukan no. 1, aduk hingga homogen.
f. Masukkan ABS ke dalam adukan no. 1, aduk hingga homogen. (waktu ABS dituangkan ke adukan no. 1, maka terjadi reaksi kimia. Bentuk cairan berubah menjadi kental seperti bunga kol dan suhunya 45oC. Aduklah dengan pengaduk kayu hingga homogen, kemudian dinginkan.
g. Setelah benar-benar dingin, masukkan pewarna dan parfum ke dalam adonan tersebut!
h. Sabun detergen siap dikemas dan didistribusikan.
d. Catatan
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Pelarutan semua bahan-bahan yang digunakan harus sempurna.
2. Pengadukan harus dilakukan secara konsisten, sedemikian rupa sehingga adonan sehomogen mungkin. Bila proses pengadukan berfluktuasi/kendor, maka akan dihasilkan sabun detergen yang kasar.
3. Hati-hati memasukkan bahan kimia seperti NaOH, jangan sampai kena tangan, kulit, atau mata, karena dapat menyebabkan iritasi dan gatal-gatal.
4. Jumlah pewarna tidak perlu ditimbang, cukup dikira-kira sesuai selera, namun diusahakan cukup menarik konsumen.
5. Penambahan parfum harus dilakukan terakhir dan adonan harus dalam keadaan dingin untuk menghindari penguapan parfum (karena bahan utama parfum adalah alkohol).
6. Total waktu yang digunakan untuk membuat sabun detergen 1 kg kurang lebih 30 menit.
IV. TINDAK LANJUT
Produksi sabun detergen merupakan salah satu kegiatan bisnis yang prospektif. Sebagai tindak lanjut kecakapan hidup (life skill) ini adalah kegiatan produksi melalui kegiatan usaha kecil/ menengah. Pada usaha kecil hanya memerlukan modal yang relatif sedikit serta proses produksi yang sederhana dan relatif cepat. Namun demikian untuk menumbuhkan menjadi skala besar memerlukan waktu relatif lama. Berikut ini akan disajikan contoh analisis usaha untuk skala kecil.
A. Analisis Biaya
Pada perhitungan analisis biaya pada skala kecil, diasumsikan kapasitas produksi sebesar 20 kg/hari dengan 25 hari kerja efektif setiap bulannya.
1. Modal
a. Modal tetap
Ember diameter 30 cm 2 buah Rp. 30.000,-
Pengaduk kayu 2 buah Rp. 4.000,-
Timbangan kecil kapasitas 2 kg Rp. 100.000,-
Hand sealer 30 cm Rp. 300.000,-
Wadah bahan baku Rp. 16.000,-
Jumlah Rp. 450.000,-
b. Modal Kerja
Persediaan bahan baku dan kemasan Rp. 1.250.000,-
Persediaan barang jadi Rp. 100.000,-
Jumlah Rp. 1.350.000,-
c. Total Modal
Total Modal = Modal Tetap + Modal Kerja
= Rp. 450.000,- + Rp. 1.350.000,-
= Rp. 1.800.000,-
2. Biaya Operasional
a. Biaya Produksi Langsung
Bahan baku dan kemasan Rp. 1.250.000,-
Penyusutan alat
- Ember (Rp. 30.000 : 1 : 12) Rp. 2.500,-
- Pengaduk kayu (Rp. 4.000,- : 3 : 12) Rp. 111,-
- Timbangan (Rp. 100.000,- : 10 : 12) Rp. 833,-
- Hand sealer (Rp. 300.000,- : 5 : 12) Rp. 5.000,-
Listrik Rp. 20.000,-
Operasional penjualan Rp. 30.000,-
Total Biaya Operasional Rp. 1.308.444,-
b. Perhitungan Harga Pokok Material per kilogram
Perhitungan harga pokok material per kilogram yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
DDBS (ABS) = 10% = 0,10 x Rp. 8.500,- Rp. 850,-
Soda api = 1,2% = 0,012 x Rp. 400,- Rp. 5,-
Soda abu = 6% = 0,06 x Rp. 1.750,- Rp. 105,-
Tepung sagu = 15% = 0,15 x Rp. 1.700,- Rp. 255,-
Kaolin = 19% = 0,19 x Rp. 500,- Rp. 95,-
Garam dapur = 7% = 0,07 x Rp. 1.600,- Rp. 112,-
Silikat = 10% = 0,10 x Rp. 1.200,- Rp. 120,-
Air = 31,5% = 0,315 x Rp. 200,- Rp. 63,-
Pewarna = 0,001% = 0,00001 x Rp.100.000,- Rp. 10,-
Parfum = 0,3% = 0,003 x Rp. 50.000,- Rp. 150,-
Total Rp. 1.765,-
Jadi harga pokok material sabun detergen adalah Rp. 1.765,-/kg (tahun 2010). Jika pada tahun 2012 kenaikan harga bahan-bahan mencapai 30%, maka akan terjadi kenaikan biaya sebesar 0,3 x Rp. 1.765,- = Rp. 529,5 Rp. 530,-, sehingga total biaya yang diperlukan sekarang adalah Rp. 2.295,-/kg.
3. Penerimaan
Dalam menghitung penerimaan, harga jual sabun detergen diasumsikan sebesar Rp. 3.700,-/kg. Kemasan yang umum dijumpai adalah 250 g atau 500 g. Namun demikian dengan menggunakan basis 1 kg akan mempermudah perhitungan. Untuk perhitungan 1 bulan dengan produksi rata-rata 20 kg/hari adalah sebagai berikut:
Penerimaan = jumlah produk x harga jual/satuan
= 20 kg/hari x Rp. 3.700,- x 25 hari/bulan
= Rp. 1.850.000,-/bulan
B. Prospek Usaha
Perhitungan usaha dilakukan dengan menghitung keuntungan, Break Even Point (BEP) serta Pay Back Period (PBP)
1. Keuntungan
Keuntungan = Penerimaan – Biaya Operasional
= Rp. 1.850.000,- – Rp. 1.308.444,-
= Rp. 541.556,-
Jadi dengan kapasitas produksi sebanyak 20 kg/hari dalam satu bulan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 541.556,-.
Rp. 541.556,-/bulan
Keuntungan perkilogram = = Rp. 1.083,112/kg
20 kg/hari x 25 hari/bulan
Jadi keuntungan setiap 1 kg sabun detergen adalah Rp. 1.083,112,-
2. Perhitungan Break Even Point (BEP)
Perhitungan BEP kapasitas produksi didekati dengan persamaan berikut:
Biaya Operasional Rp. 1.208.444,-/bulan
BEP = = = 14 kg/hari
Harga Jual x hari Rp. 3.700,-/kg x 25 hari
Dengan demikian agar tidak rugi, dalam satu hari harus terjual sabun detergen minimal 14 kg.
3. Perhitungan Pay back Period (PBP)
Waktu kembali modal (Pay back Period) adalah waktu yang dibutuhkan agar modal investasi dapat kembali. Bila asumsi penjualan 20 kg/hari dan keuntungan rata-rata () Rp. 1.083,-/kg, maka perhitungan PBP dapat didekati dengan persamaan:
Total Modal
PBP =
(Target Penjualan – BEP Produksi) x ()/kg x hari kerja/bulan
Rp. 1.800.000,-
PBP = = 11,08 bulan
(20 – 14) x Rp. 1.083,-/kg x 25 hari/bulan
Dengan nilai PBP sebesar 11 – 12 bulan, maka modal investasi akan kembali setelah 11 – 12 bulan beroperasi.
SELAMAT MENCOBA!
Langganan:
Postingan (Atom)